Assalamualaikum Sahabat Mozaik
Bismillah…

Orang beriman, dengan saudara seimannya, ibarat seperti satu tubuh. Saat ada anggota tubuh merasakan sakit, yang lainpun ikut merasakan. Nabi shallallahu’alaihi was sallam yang menggambarkan perumpaan indah ini,


مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد ؛ اذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى

Perumpamaan seorang mukmin dalam berkasihsayang di antara mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu bagian tubuh merasa sakit, maka semua anggota tubuh lainnya akan ikut merasakannya, sampai tak dapat tidur dan demam.” (Muttafaq ‘alaih, hadits Nukman bin Bisyar)

Demikianlah empati orang beriman, saat saudaranya merasa sakit, ia pun merasakan sakit. Saat kehormatan saudaranya direndahkan, ia pun merasa direndahkan. Diantara bentuknya, saat saudaranya menjadi bahan ghibah, dia tidak rela, ia berusaha untuk menghentikan ghibah dan membela kehormatan saudaranya.

Nabi kita yang mulia, memotivasi kita untuk bersikap seperti ini. Beliau shallallahu’alaihi was sallam menasehatkan,

من رد عن عرض أخيه, رد الله عن وجهه النار يوم القيامة

Siapa yang membela kehormatan saudaranya saat di dunia, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari siksa api neraka di hari kiamat kelak. (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan ,”Hadis ini Hasan).

Adapun menjadi pendengar setia, acuh dan tidak ada empati membela martabat saudara seimannya, adalah sikap yang tercela. Bahkan hukumnya haram. Meskipun dia hanya sebagai pendengar ghibah, terlebih pelaku ghibah.

Allah  ‘azza wa jalla berfirman,

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ

Bila mereka mendengar perkataan yang laghwu, mereka berpaling daripadanya. (QS. Al-Qasas : 55)

Saat menjelaskan sifat-sifat orang beriman dalam surat al-mukminun, Allah ta’ala menyebutkan sifat kedua orang beriman adalah,

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang laghwu. (QS. Al-Mukminun : 3)

Makna laghwu dijelaskan oleh para ulama tafsir,

هو الكلام الذي لا خير فيه ولا فائدة

adalah perkataan yang tidak ada baiknya dan tidak mengandung manfaat. (Lihat : Tafsir As-Sa’di, pada tafsir ayat di atas).

Ada pula yang menjelaskan lebih luas,

انه المعاصي كلها

Seluruh jenis makasiat. (Penjelasan Hasan Al-Basri, lihat tafsir Al-Qurtubi pada tafsiran ayat di atas).

Dalam ayat yang lain Allah ta’ala berfirman,

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ

وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Bila kamu melihat orang-orang memperolok ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka, sampai mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Jika setan membuatmu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (larangan itu). (QS. Al-An’am : 68).

Ayat-ayat serta hadis di atas, menjadi dalil haramnya mendengarkan ghibah.

Sikap Saat Mendengar Ghibah

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam syarah Riyadusshalihin beliau, menjelaskan lebih lanjut tentang sikap seorang mukmin saat mendengar saudaranya digunjingi,

أن الانسان اذا سمع شخصا يغتاب آخر فانه يحرم عليه أن يستمع الى ذلك, بل ينهاه عن هذا ويحاول أن ينقله الى حديث آخر, فان هذا فيه أجر عظيم…. فان أصر هذا الذي يغتاب الناس الا أن يبقى على غيبته وجب عليه أن يقوم عن المكان

“Apabila seorang mendengar orang mengghibahi, maka haram hukumnya mendengar ghibahnya. Seharusnya dia melarang dan berusaha memalingkan pembicaraan kepada obrolan lain. Ada pahala besar dalam sikap yang seperti ini.”

“Jika ghibah itu terus saja berlanjut,”lanjut beliau,”maka wajib bagi pendengar ghibah itu untuk meninggalkan tempat tersebut.”

(Syarah Riyadusshalihin 6/130).

Maka sikap orang mukmin saat mendengar saudaranya dighibahi :

  1. melarang orang yang melakukan ghibah
  2. memalingkan pembicaraan kepada topik lain
  3. membela kehormatan saudaranya
  4. bila ghibah tetap berlanjut, atau dia tidak mampu mencegahnya, dia segera pergi dari tempat tersebut.

Wallahua’lam bis showab